ESENSI SEMANGAT EMANSIPASI
22 Oktober 2012 Comments
Sebuah tulisan berjudul “Kesetaraan” ditulis oleh HM Kahono TS, yang dimuat di media cetak lokal Madiun menarik perhatian saya. Dalam salah satu paragraf, penulis menyatakan, “…..saya percaya, kalaupun RA Kartini memelopori emansipasi wanita, dengan catatan tidak harus melupakan kodratnya sebagai wanita.” Saya yakin, semangat itulah yang hendak disampaikan Kartini kepada perempuan-perempuan Indonesia. Esensi perjuangan Kartini adalah menjadikan wanita Indonesia sosok yang luwes dalam segala bidang. Luwes memerankan tugasnya sebagai istri, luwes menjalankan tugasnya sebagai ibu dalam mendidik anak-anaknya, serta luwes mengemban amanat pekerjaan dimana ia bekerja.
Saya sendiri lebih senang menggunakan kata perempuan dari pada wanita. Meskipun saya bukan ahli bahasa (boleh kan…?), jika saya mempunyai interpretasi sendiri dalam memaknai dua kata tersebut. Bagi saya, kata wanita hanya menunjuk pada kelemahlembutan. Bahkan, bisa berkonotasi “tidak berdaya” yang ujung-ujungnya mengarah pada tugas-tugas rumah tangga yang biasa dikerjakan kaum hawa, seperti memasak, mencuci dan “tetek bengek” lainnya.
Sementara itu, ada makna yang sangat komprehensif pada kata perempuan. Perempuan adalah sosok makhluk Illahi yang sedemikian hebat dan kuat. Dia mampu menyelesaikan tugas-tugas kodratinya, seperti melahirkan, menyusui, mendidik dan mengarahkan putra-putrinya untuk menjadi generasi-generasi yang tangguh. Dia juga mampu menyelesaikan semua urusan rumah tangga. Sosok yang identik dengan kehangatan dan keibuan ini juga mampu menunjukkan eksistensinya sebagai wanita pekerja atau yang lazim disebut wanita karier.
Memaknai perjuangan Kartini masa kini, bukan lagi kesetaraan yang menjadi bahasan utama. Kesetaraan perempuan sudah sedemikian terbuka. Perempuan tidak lagi tersubordinasi. Sudah banyak ruang yang bisa menerima kehadiran perempuan. Justru pertanyaannya, sudahkan kaum perempuan memanfaatkan semaksimal mungkin kesetaraan yang telah diraihnya?
Pekerjaan kasar yang dulu hanya dikerjakan kaum laki-laki, saat ini dilakukan juga oleh perempuan. Seperti sopir, kondektur, tukang tambal ban, kuli bangunan dan sebagainya. Kondisi perekonomian yang sedemikian sulit, bukan tidak mungkin ada tukang becak perempuan?
Lingkup kerja yang membutuhkan keahlian dan pendidikan tinggi pun sudah banyak kaum perempuan yang ambil bagian. Seperti, Dr. Gina yang ahli nuklir, Pratiwi yang astronot serta perempuan-perempuan yang duduk di jajaran birokrasi. Mulai presiden, menteri, bupati juga mereka-mereka yang terjun di dunia politik.
Belum lagi perempuan-perempuan yang dengan kepekaan, kepedulian dan kegigihannya mampu memberdayakan lingkungan. Sebut saja Tri Mumpuni Wiyatno. Perempuan kelahiran Semarang, 47 tahun silam ini, mengajari warga di berbagai pelosok Indonesia membuat listrik murah lalu menjualnya kepada pemerintah. Sejumlah Negara meminta bantuan perempuan lulusan Institut Pertanian Bogor itu untuk memberdayakan perempuan di wilayah-wilayah termiskin. Sebut juga Septi Peni Wulandari, perempuan kelahiran Salatiga, 37 tahun silam ini, bisa menemukan metode berhitung yang kini digunakan secara luas di tanah air. Kemampuannya ini berawal dari usaha kerasnya dalam mendidik anaknya sendiri di rumah.
Demikian juga, Erma Ismail Choirun Nisa. Perempuan lulusan Ilmu Komunikasi UNS Solo ini, terlibat aktif membantu kaum miskin perempuan di Klaten Jawa Tengah.
Modal utamanya adalah hati, telinga dan sepasang tangan (tokoh-tokoh tersebut diambil dari majalah Tempo.
Kalau ingin maju dan mencapai cita-cita besarnya, kaum perempuan harus berjuang bukan hanya berdiam diri apalagi menunggu dukungan kultur maupun struktural. Momen peringatan hari Kartini setiap tahun tepat kiranya kalau dijadikan momen evaluasi dan mawas diri.
Sudahkan kita berterima kasih atas perjuangan dan jasa Kartini? Seandainya masih hidup, saya yakin RA. Kartini akan lebih bangga, jika peringatan hari Kartini tidak identik dengan perempuan berkebaya, perempuan berpakaian adat, perempuan memasak. Namun diisi dengan kegiatan yang mengedepankan berbagai keberhasilan dan prestasi-prestasi perempuan. Akhirnya, saya juga ingin mengajak kepada semua kaum perempuan, mari kita jaga semangat perjuangan RA. Kartini, agar tetap melaju pada koridor yang semestinya. Bukan emansipasi yang kebablasan apalagi emansipasi yang menyimpang.
LATUTIK MUKHLISIN,S.Sos
ANGGOTA KPU KOTA MADIUN